Aksi Mimbar Bebas Perayaan Dalam Rangka Memperingati Masyarakat Adat Internasional Sedunia
Ist saat demo berlangsung|Dok Emanuel Boga_PROPPAPUA |
Jayapura, Propapua.COM|• Sejumlah mahasiswa, pemuda, dan masyarakat memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia di Kota Jayapura, Papua, pada Rabu (9/8/2023). Mereka melakukan ibadah, aksi mimbar bebas, penandatangan deklarasi, gelar wicara, dan makan bersama.
Perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia tahun 2023 mengambil tema “Pemuda Adat sebagai Agen Perubahan untuk Penentuan Nasib Sendiri”. Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua atau GempaR Papua memperingatinya dengan menggelar aksi mimbar bebas di Lingkaran Abepura, Kota Jayapura.
Aksi mimbar bebas itu digelar mulai pukul 09.00 pukul 13.00 WP. Para massa aksi tampil dengan mengenakan pakaian adat masing-masing wilayah adatnya, dan mengenakan sejumlah simbol bendera Bintang Kejora di tubuh mereka.
Secara bergiliran mereka melakukan orasi dan meneriakkan pekik bahwa Tanah Papua bukan tanah kosong. Ada sejumlah poster dan spanduk yang dibentangkan massa aksi bertuliskan “Hidup Masyarakat Adat, Papua Bukan Tanah Kosong. Tanah Air Milik Kita. Tutup Mata Lawan Balik”.
Dalam orasinya, Ice Murib dari Gerakan Komite Aksi menyatakan penjajahan secara masih dilakukan negara melalui investasi di Tanah Papua. Menurut Murib, kehadiran investasi telah merampas tanah, hutan, dan merusak budaya masyarakat adat Papua.
“Hutan, gunung, air punya masyarakat adat. Hari ini Negara menghancurkan hutan, laut, dan tanah itu,” kata Murib dalam orasi.
Murib menyatakan Papua kaya akan sumber daya alam, tetapi kekayaan itu tidak menjamin kesejahteraan masyarakat adat Papua. Murib mengatakan masyarakat adat hidup tertindas dan hidup dalam penderitaan dan kemiskinan.
“Tanah air kita sangat kaya raya, tanah air mampu memberi makan dunia. Tetapi hari ini masyarakat adat ditindas, tanah air sedang dirampok dan dikuras,” ujarnya.
Murib menyeru masyarakat adat Papua bersatu mempertahankan hutan dan tanah adatnya. Murib menyatakan persatuan masyarakat adat akan mampu melawan investasi.
“Jangan anti terhadap persatuan. Hari ini nasionalisme penting untuk melindungi tanah, hutan, gunung, air, kita diatas Tanah Papua. Hari ini kita semua diarahkan untuk tunduk kepada kekuasaan oligarki. Investasi. Orang Papua punya hutan, orang Papua terpinggirkan. Jadi, mayoritas di Tanah Papua. Apakah kita mau dijajah terus,” katanya.
Aksi mimbar bebas itu sempat ricuh dan hendak dibubarkan Kepolisian Sektor Abepura dan Kepolisian Resor Kota Jayapura Kota. Saling dorong antara massa dan polisi sempat terjadi.
Polisi menilai sejumlah narasi yang disampaikan orator melenceng dari aksi dan terkesan memprovokasi. “Woi Philipus provokator. Jangan sembunyi. Tangkap dia,” teriak anggota polisi ke arah massa.
Aksi saling dorong itu berakhir setelah advokat Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua bernegosiasi dengan polisi. Aksi itu pun ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap dari GempaR Papua yang berjudul “Hutan Papua bukan Hutan Negara”.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan koordinator aksi Yokbet Felle, GempaR Papua menegaskan bahwa Tanah Papua bukan tanah kosong. Felle menyatakan slogan “Papua Bukan Tanah Kosong” dan “Tanah Air Milik Kita” merupakan upaya penyebaran kesadaran orang muda Papua selaku pemilik masa depan Tanah Papua. Felle menyatakan slogan landasan bijak Pemuda Adat Papua untuk melawan balik dan mempertahankan eksistensi hutan, alam, tanahnya sebagai hak waris yang diberikan Allah, alam dan leluhur, demi hidup bebas di atas tanahnya sendiri.
Felle menyatakan GempaR Papua mendukung masyarakat adat di Tanah Papua berjuang melawan investasi yang merampas hak ulayat masyarakat adat. “Dengan tegas kami nyatakan ‘Hutan Papua Bukan Hutan Negara!’. Arti tersebut dalam pandangan kami bahwa semua bentuk perampasan Tanah Adat Orang Papua adalah kepentingan ekonomi dan Investasi Indonesia untuk melunaskan utang Indonesia,” ujarnya.
(Penulis/Emanuel H. Boga)
Posting Komentar